Demokrasi bukan alat kekuasaan. Ia bukan ruang untuk memperpanjang jabatan, bukan celah untuk menunda pemilu, dan bukan panggung untuk mengatur ulang konstitusi demi kepentingan segelintir elite. Demokrasi adalah amanah rakyat. Dan amanah itu harus dijaga dengan keberanian, kejujuran, dan keterbukaan.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 135/PUU-XXI/2023 tentang pemisahan pemilu nasional dan daerah adalah titik penting dalam perjalanan demokrasi kita. Saya menyambutnya sebagai momentum pembaruan. Tapi saya juga mengingatkan: jangan jadikan putusan ini sebagai akal-akalan politik. Jangan ubah arah reformasi menjadi strategi kekuasaan.
Dalam sistem lima kotak yang kita jalani selama ini, rakyat dipaksa memilih dalam satu tarikan napas. Pilpres menyedot perhatian, sementara calon legislatif daerah nyaris tak dikenal. Ini bukan demokrasi yang sehat. Ini bukan partisipasi yang bermakna. Pemisahan pemilu memberi ruang bagi rakyat untuk mengenali wakilnya secara lebih jernih, lebih kontekstual, dan lebih adil.
Sebagai partai baru, Gema Bangsa tidak melihat ini sebagai beban. Kami melihatnya sebagai peluang. Peluang untuk membangun politik yang lebih membumi, lebih partisipatif, dan lebih berakar di masyarakat. Tapi peluang ini hanya bisa terwujud jika transisi hukum ditata dengan baik. Kita butuh kepastian hukum, bukan negosiasi di ruang tertutup. Kita butuh regulasi yang sah, transparan, dan melibatkan publik secara aktif.
Saya mendorong DPR dan Pemerintah untuk segera menyusun kerangka hukum yang mengatur masa jabatan dan siklus pemilu secara adil dan terencana. Jangan biarkan ketegangan antar-lembaga negara tumbuh karena ketidakjelasan. Demokrasi harus dijalankan dengan kepastian, bukan dengan spekulasi.
Di forum diskusi nasional Partai Gema Bangsa, saya sampaikan satu hal yang menjadi pegangan kami: demokrasi harus kembali ke rakyat. Bukan ke ruang elite. Bukan ke meja negosiasi. Tapi ke suara-suara yang selama ini terpinggirkan. Putusan MK ini harus jadi momentum pembaruan demokrasi. Mari kita jaga bersama agar arah politik kita tetap berpihak, tetap membumi, dan tetap dalam genggaman rakyat. (Ahmad Rofiq, Ketum Partai Gema Bangsa)