
DPW Partai Gema Bangsa Sulawesi Tengah, di bawah kepemimpinan Atha Mahmud, mengajak masyarakat—terutama generasi muda—untuk memahami dan menghargai makna bendera Merah Putih menjelang peringatan 17 Agustus. Bagi Gema Bangsa, Merah Putih bukan sekadar kain berkibar, tetapi simbol perjuangan dan harga diri bangsa.
Ketua DPW Merah Putih Gema Bangsa Sulteng, Atha Mahmud, menegaskan bahwa budaya populer memang punya tempat di hati anak muda Sulawesi Tengah, tapi ada batas yang tak boleh dilewati.
“Merah Putih itu bukan sekadar kain. Ia simbol darah dan air mata para pejuang. Kita boleh suka anime, tapi jangan sampai lupa siapa kita dan dari mana kita berasal,” ujar Atha dalam pernyataan resmi Merah Putih Gema Bangsa Sulteng.
Edukasi, Bukan Represi dari Merah Putih Gema Bangsa Sulteng
Alih-alih memusuhi budaya pop, Merah Putih Gema Bangsa Sulteng memilih jalur edukatif. Semua struktur partai di kabupaten/kota Sulawesi Tengah diminta untuk menggelar kegiatan yang mengajak anak muda berdialog soal makna kemerdekaan, identitas nasional, dan cara kreatif merayakan 17 Agustus tanpa kehilangan arah.
“Kami nggak anti budaya populer. Tapi Merah Putih Gema Bangsa Sulteng percaya, anak muda bisa keren tanpa harus mengaburkan makna kemerdekaan,” tambah Atha.
Merah Putih adalah Harga Diri Menurut Merah Putih Gema Bangsa Sulteng
Bagi Merah Putih Gema Bangsa Sulteng, Merah Putih adalah harga mati. Bukan karena dogma, tapi karena sejarah panjang yang melahirkan bangsa ini. Setiap upaya yang melemahkan simbol itu, sekecil apa pun, adalah panggilan untuk kembali menguatkan semangat kebangsaan.
Merah Putih Gema Bangsa Sulteng meyakini, anak muda bukan ancaman—mereka adalah harapan. Tapi harapan itu harus dibimbing, bukan dibiarkan tenggelam dalam euforia yang lupa daratan