Dari Ruang Sidang ke Arena Politik
Banyak orang masuk politik lewat jalan pintas: penampilan menarik, modal besar, atau kedekatan dengan elite. Tapi Iskandar Lubis memilih jalannya sendiri. Ia ditempa di LBH Medan, membela masyarakat kecil yang berhadapan dengan perusahaan besar. Dari sengketa tanah hingga kriminalisasi rakyat, ia belajar satu hal: membela orang bukan soal pribadi, tapi soal hak.
Kalau klien salah, secara profesional kita tetap harus membela. Bukan membela pribadinya, tapi membela haknya—hak untuk mendapatkan perlakuan hukum yang adil.” ucapnya dalam Gema Podcast bersama host M. Rizki Ramon.
Dari ruang sidang itulah Iskandar akhirnya melangkah ke panggung politik. Menurutnya, persoalan bangsa tak bisa selesai hanya di meja pengadilan. Ada saatnya turun langsung ke gelanggang politik untuk memperjuangkan gagasan lebih besar.
Politik Casing: Indah di Luar, Kosong di Dalam
Iskandar tidak menutup mata: politik hari ini terlalu banyak diisi pencitraan. Jas mahal, baliho besar, senyum palsu—semua bisa dipoles.
“Casing bisa menipu. Tapi gagasan itu harga mati,” tegasnya.
Ia juga mengkritik tajam praktik money politics dan sistem nomor urut. “Nomor urut itu basi. Yang kaya yang duduk. Rakyat? Hanya jadi penonton. Tak ada lagi yang peduli akar rumput,” sindirnya.
Pernyataan itu bukan sekadar kritik, tapi cermin kejenuhan rakyat. Politik transaksional membuat demokrasi kehilangan makna: suara rakyat diganti dengan angka rupiah.
Gema Bangsa dan Gagasan Desentralisasi
Lantas, mengapa ia bergabung dengan Partai Gema Bangsa? Jawabannya sederhana: desentralisasi politik.
“Yang tahu daerah itu ya orang daerah. Pusat cukup meneken, tapi calon terbaik harus dipilih dan disajikan oleh daerah,” tegasnya.
Konsep ini membalik logika lama. Tidak lagi top-down, melainkan bottom-up. Tidak lagi rakyat yang dipaksa ikut kemauan pusat, tapi pusat yang mendengar suara daerah.
Bagi Iskandar, inilah wajah politik masa depan: politik gagasan, politik yang membumi, politik yang benar-benar berpihak pada rakyat.
Gagasan yang Tak Pernah Mati
Perjalanan panjang di dunia hukum membentuk keyakinannya: penampilan akan pudar, nomor urut bisa basi, tapi gagasan tidak akan pernah mati.
“Orang bisa mati, tapi gagasan tidak akan pernah mati. Yang harus dihidupkan dalam politik adalah gagasan, bukan sekadar penampilan.”
Tamparan dan Harapan
Pesan Penampilan Nomor Dua, Gagasan Nomor Satu adalah tamparan keras bagi politik pencitraan yang miskin ide. Sekaligus harapan baru bagi rakyat yang merindukan politik sejati: politik yang tidak hanya memajang wajah, tapi memperjuangkan gagasan.
Partai Gema Bangsa, lewat desentralisasi, ingin membuktikan bahwa politik bisa kembali jujur, membumi, dan benar-benar untuk rakyat.