
Obrolan yang Membuka Wawasan
Obrolan Gema Kebangsaan kali ini menghadirkan Muhyiddin—Wakil Sekjen Partai Gema Bangsa, akademisi, sekaligus entrepreneur muda—sebagai narasumber. Dipandu oleh Joko Kanigoro, pembicaraan mengalir membahas berbagai isu penting: kemiskinan, pendidikan, peluang kerja, hingga tantangan era teknologi. Dari sembilan topik menarik yang tercatat, tim redaksi memilih membedah satu tema yang paling relevan dengan kondisi saat ini: di era robot, ijazah saja tak lagi cukup. Cerita lengkap dari obrolan ini bisa Anda simak di podcast Gema TV melalui tautan berikut: https://www.youtube.com/watch?v=QKAVLKW0LFk.
Era AI dan Otomatisasi Mengubah Segalanya
Kita hidup di masa ketika Artificial Intelligence (AI) dan otomatisasi telah mengubah peta dunia kerja. Pekerjaan yang dulunya dianggap aman—mulai dari akuntan, arsitek, desainer grafis, hingga content creator—kini bisa dilakukan oleh mesin dan aplikasi pintar. Perkembangan ini memang mengagumkan, tetapi sekaligus menimbulkan pertanyaan besar: kalau robot semakin pintar, apa yang bisa kita lakukan agar tetap relevan?
Teknologi Hanya Alat, Manusialah Penentunya
Muhyiddin menekankan bahwa teknologi hanyalah alat bantu atau tools. Sepintar apapun AI, tetap dibutuhkan manusia yang mengendalikannya.
“Ibarat mobil canggih, kalau nggak bisa nyetir ya percuma.”
Analogi ini sederhana namun tajam. Teknologi akan bermanfaat maksimal jika manusianya memiliki keterampilan, wawasan, dan kreativitas yang memadai.
Ijazah Penting, Tapi Bukan Segalanya
Masih banyak orang yang menganggap bahwa kuliah dan ijazah adalah jaminan masa depan. Menurut Muhyiddin, anggapan itu keliru. Kuliah memang penting, tetapi hanya memberikan “ilmu seujung kuku”. Yang benar-benar menentukan adalah pengalaman, jejaring, dan keberanian mencoba hal baru. Gelar hanyalah tiket masuk, bukan garansi sukses.
Dari Penjaga Toko Jadi Dosen
Perjalanan hidup Muhyiddin menjadi bukti nyata bahwa pendidikan harus diiringi dengan kerja keras dan membangun relasi. Ia pernah menjalani masa SMA sambil menjaga toko, melanjutkan kuliah sambil bekerja, hingga akhirnya berhasil meraih S2 dan menjadi dosen.
“Kalau cuma kuliah lalu pulang, nggak bergaul, nggak membangun koneksi, ya kita akan tertinggal.”
Pengalaman ini membuktikan bahwa kesuksesan lahir dari kombinasi pendidikan formal dan kemampuan membangun jaringan.
Pendidikan untuk Entrepreneur Masa Depan
Muhyiddin juga melihat tren positif di kampus-kampus yang kini mendorong mahasiswa menjadi entrepreneur. Menurutnya, ini langkah yang tepat karena lapangan kerja makin kompetitif. Namun, ia mengingatkan bahwa bahkan pengusaha sukses pun tidak pernah mengabaikan pendidikan anak-anaknya.
“Gelar hanyalah awal. Yang membuat kita bertahan adalah kemampuan beradaptasi dan belajar terus-menerus.”
Pesan untuk Generasi di Era Robot
Di tengah gempuran teknologi, pesan Muhyiddin jelas: kita harus melengkapi ijazah dengan keterampilan yang adaptif, jaringan yang luas, dan mentalitas belajar tanpa henti. Dunia kerja akan terus berubah, dan hanya mereka yang siap berkembang yang akan bertahan.
Penilaian Redaksi tentang Muhyiddin
Bagi tim redaksi, Muhyiddin adalah narasumber yang kaya pengalaman dan mampu mengemas isu serius menjadi mudah dipahami. Ia berbicara dengan contoh nyata, bukan sekadar teori. Latar belakangnya sebagai akademisi, entrepreneur, dan aktivis politik memberinya perspektif luas yang jarang dimiliki. Lebih dari itu, ia menginspirasi dengan perjalanan hidupnya—membuktikan bahwa pendidikan, kerja keras, dan jejaring bisa membawa seseorang melampaui batas yang dulu dianggap mustahil.