Bangkit Bersama, Bergerak Mandiri

80 Tahun Indonesia Merdeka: Saatnya Menggugat Kemapanan, Menata Ulang Arah Bangsa

hut80

Delapan dekade telah berlalu sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 dikumandangkan. Usia 80 tahun seharusnya menandai kematangan dan kejernihan arah berbangsa. Namun kenyataannya, kita justru dihadapkan pada pertanyaan yang paling mendasar:

Sudahkah Indonesia benar-benar merdeka?

Demokrasi: Hanya Kulit Tanpa Jiwa?

Hari ini kita bangga menyebut Indonesia sebagai negara demokrasi. Tapi apakah demokrasi itu benar-benar hidup dalam keseharian kita?
Di balik kemasan pemilu lima tahunan, kekuasaan cenderung dikendalikan oleh segelintir elit. Oligarki ekonomi-politik tumbuh subur, mereduksi aspirasi rakyat menjadi angka-angka elektoral dan dagang kekuasaan. Rakyat makin dijauhkan dari pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka sendiri. Demokrasi kita berjalan, tapi kehilangan jiwa.

Ekonomi: Bertumbuh Tapi Tak Merata

Statistik makro menunjukkan pertumbuhan ekonomi. Tapi bagi jutaan rakyat kecil, pertanyaan mereka tetap sama:

“Di mana pertumbuhan itu? Mengapa hidup kami tetap susah?”

Ketimpangan tetap menjadi wajah Indonesia. Akses terhadap modal, pendidikan berkualitas, lapangan kerja yang manusiawi, dan harga kebutuhan pokok yang terjangkau—semuanya masih menjadi kemewahan bagi banyak orang. Daerah-daerah penghasil kekayaan alam justru tertinggal. Hasil bumi mereka dibawa ke pusat kekuasaan, sementara rakyatnya menunggu keadilan yang tak kunjung datang.

Sentralisasi Kekuasaan: Luka Lama yang Belum Disembuhkan

Reformasi pernah menjanjikan otonomi dan keadilan wilayah. Namun, desentralisasi yang terjadi hanya bersifat administratif. Kekuasaan sesungguhnya tetap terpusat di Jakarta. Daerah masih tergantung: dari anggaran, kebijakan, hingga kewenangan yang semestinya mereka miliki. Kesenjangan pembangunan antardaerah semakin menganga. Indonesia belum benar-benar menjadi rumah bersama yang adil dan setara bagi seluruh anak bangsanya.

Indonesia Reborn: Seruan dari Gema Bangsa

Kami, Partai Gema Bangsa, hadir dari kegelisahan rakyat—dan menjawab dengan keberanian. Kami yakin, sudah waktunya Indonesia dilahirkan kembali. Bukan sekadar memperbaiki sistem lama, tapi menata ulang arah bangsa secara menyeluruh.

Kami menyerukan:

Desentralisasi Sejati
Kekuasaan politik, fiskal, dan kebijakan harus dikembalikan ke daerah. Ini bukan sekadar efisiensi, tapi penghormatan terhadap keragaman, partisipasi lokal, dan kedaulatan rakyat.

Demokrasi Partisipatif
Rakyat bukan objek, tapi subjek pembangunan. Ruang partisipasi rakyat harus diperluas dan dilembagakan dalam setiap proses pengambilan keputusan.

Ekonomi Kerakyatan dan Berkelanjutan
Utamakan UMKM, bangun kedaulatan pangan, dorong energi terbarukan, dan kelola sumber daya berbasis komunitas—bukan korporasi raksasa.

Restorasi Etika Publik
Negara tak bisa besar tanpa integritas. Etika, akuntabilitas, dan kepemimpinan yang jujur harus menjadi fondasi utama dalam setiap lembaga dan jabatan publik.

Bukan Sekadar Simbol Kemerdekaan

Delapan puluh tahun kemerdekaan bukan sekadar angka, tapi momentum. Momentum untuk merenung, menggugat kemapanan, dan mengambil keputusan politik baru:Indonesia tak boleh terus berjalan di jalur yang hanya menguntungkan segelintir elit.

Indonesia harus berpihak—kepada rakyat.

Mari kita songsong ke_Merdeka_an yang sejati.
Bukan lagi melawan penjajah asing, tetapi melawan:

  • Sentralisme kekuasaan
  • Ketimpangan ekonomi
  • Kemunafikan politik
  • Dan sistem yang tak berpihak pada rakyat

Indonesia Reborn bukan sekadar slogan. Ia adalah panggilan sejarah.

(IDA NOVIANANDA,  Bendahara DPW Banten)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top
Bangkit Bersama, Bergerak Mandiri