Di Papua Barat, politik tidak lagi hanya milik elit. Ia bergerak dari kampung, dari distrik, dari suara-suara yang selama ini jarang terdengar. Partai Gema Bangsa hadir untuk mendengarkan, merangkul, dan membangun kekuatan dari bawah.
Baru berdiri, Gema Bangsa langsung membentuk kepengurusan hingga ke akar rumput. Di Papua Barat, struktur partai telah menjangkau tingkat wilayah, kabupaten, distrik, hingga kampung—menjadikan provinsi ini sebagai pionir gerakan politik partisipatif.

Ketua DPW Gema Bangsa Papua Barat, Marinus Bonepai, menyampaikan bahwa tujuh kabupaten telah menerima surat mandat untuk membentuk Dewan Pimpinan Daerah (DPD): Manokwari, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Fakfak, dan Kaimana.
Dua kabupaten—Manokwari Selatan dan Pegunungan Arfak—telah menerima SK definitif dari DPP. Lima lainnya sedang menyelesaikan administrasi dan ditargetkan rampung akhir Juli.
“Kami ingin semua struktur partai terbentuk 100 persen, dari kabupaten hingga kampung. Karena kekuatan politik sejati lahir dari rakyat yang terorganisir,” ujar Marinus di Manokwari, Senin (21/7).
Langkah ini bukan sekadar konsolidasi. Bagi Gema Bangsa, ini adalah gerakan membangun politik yang dekat, relevan, dan berakar pada realitas lokal. Dengan struktur yang lengkap, partai siap menghadapi dua agenda besar: pemilu nasional dan pilkada lokal.
Keputusan Mahkamah Konstitusi RI yang memisahkan pemilu nasional dan daerah membuka ruang baru bagi partai-partai yang berpihak pada rakyat. Gema Bangsa melihat ini sebagai momentum untuk mengembalikan politik kepada masyarakat kampung dan distrik.
“Kami akan memaksimalkan semua struktur untuk mengantarkan Gema Bangsa sebagai peserta pemilu dan memenangkan kontestasi di Papua Barat,” tegas Marinus.
Di Papua Barat, kampung bergerak. Dan ketika kampung bergerak, Gema Bangsa menguat—bukan sebagai partai biasa, tapi sebagai gerakan politik baru yang tumbuh dari harapan rakyat.