Lahir dari Rakyat, Untuk Rakyat

Public Servant: Jabatan Adalah Amanah, Bukan Privilese

Novianda-DPW Banten, menyoroti Public Servant yang massih minor di Indonesia

Seorang pelayan rakyat Indonesia sejatinya adalah pejabat publik yang mengutamakan kepentingan masyarakat, bukan mencari privilese. Namun kenyataannya, banyak pejabat masih mengabaikan amanah ini. Kekuasaan seharusnya menjadi alat pengabdian, bukan panggung kehormatan pribadi, di mana pejabat menikmati fasilitas sementara rakyat harus bersusah payah menuntut pelayanan.

Di banyak negara, istilah public servant dipahami secara filosofis: pejabat adalah pejabat publik di Indonesia yang digaji dari pajak rakyat dan bertugas memastikan kepentingan masyarakat terpenuhi. Kontrak sosial ini jelas: rakyat membayar, negara mengelola, pejabat mengabdi.

Sayangnya, di Indonesia, kontrak sosial itu sering patah. Banyak pejabat tampil arogan, merasa lebih tinggi daripada rakyat, bahkan bertingkah seperti tuan yang harus dilayani. Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI, 2023) mencatat hanya 48% masyarakat yang puas terhadap pelayanan pejabat negara, menunjukkan jurang besar antara harapan rakyat dan kenyataan.

Seorang pedagang kecil di Banten menyampaikan: “Kami membayar pajak, tapi ketika mengurus layanan publik, rasanya seperti harus memohon-mohon.” Kutipan ini mencerminkan pengalaman sehari-hari rakyat yang kerap tersisih dalam sistem pelayanan publik.


Akar Masalah Pelayan Rakyat Indonesia

Fenomena ini lahir dari beberapa akar persoalan yang saling terkait:

  1. Budaya politik feodal: Kekuasaan masih dipandang sebagai simbol kehormatan, bukan amanah untuk melayani rakyat.

  2. Institusi yang lemah: Akuntabilitas rendah, mekanisme pengawasan formalitas, dan sanksi jarang ditegakkan.

  3. Rekrutmen politik yang keliru: Jabatan sering diberikan karena kedekatan politik, bukan kapasitas dan integritas, sehingga jabatan menjadi sumber gengsi dan rente, bukan ruang pengabdian.


Mengembalikan Makna Pelayan Rakyat Indonesia

Demokrasi hanya akan sehat bila kontrak sosial ditegakkan. Jabatan publik adalah amanah, bukan privilese. Partai Gema Bangsa menekankan langkah nyata:

  • Kaderisasi berbasis merit: Pejabat dipilih karena kapasitas, integritas, dan rekam jejak, bukan sekadar kedekatan politik.

  • Penguatan akuntabilitas publik: Sistem pengawasan yang jelas memastikan pejabat yang gagal melayani rakyat mendapatkan konsekuensi.

  • Pendidikan politik rakyat: Masyarakat didorong memahami haknya untuk dilayani, bukan melayani.


Komitmen Partai Gema Bangsa

Partai Gema Bangsa menegaskan bahwa politik sejati adalah pengabdian. Tidak ada ruang untuk kehormatan semu atau rente pribadi. Jabatan lahir dari rahim demokrasi harus menjadi pelayan publik, bukan tuan atas rakyat.

Kami mengajak seluruh rakyat untuk ikut serta membangun budaya politik yang membumi, di mana pejabat sadar bahwa kekuasaan adalah titipan rakyat, dan setiap pelayanan adalah wujud tanggung jawab.

(Noviananda – DPW Banten)

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top
Lahir dari Rakyat, Untuk Rakyat
0

Subtotal