Lahir dari Rakyat, Untuk Rakyat

Dari Cikini untuk Indonesia: Gema Bangsa dan Misi Desentralisasi Politik

rakornas13

Di tengah hiruk-pikuk Jakarta yang tak pernah tidur, sebuah momentum politik lahir dari ruang pertemuan Hotel Mercure Cikini. Pada 11–12 September 2025, Partai Gema Bangsa menggelar Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) bersama seluruh Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) se-Indonesia. Namun ini bukan sekadar rapat—ini adalah deklarasi arah perjuangan: membangun Indonesia dari akar rumput melalui desentralisasi politik.

Politik yang Tumbuh dari Tanah Sendiri

Ketua Umum Gema Bangsa, Ahmad Rofiq, membuka Rakornas dengan pidato yang menggugah. Ia menyebut desentralisasi bukan hanya strategi, tetapi “mantra politik” yang harus hidup di tengah masyarakat. Baginya, politisi daerah bukan pelengkap, melainkan pemimpin sejati yang lahir dari kebutuhan rakyat.

“Desentralisasi adalah kehormatan. Ia memberi ruang bagi mimpi-mimpi lokal untuk menjadi arah nasional,” ujar Rofiq, disambut tepuk tangan para peserta.

Suasana Rakornas terasa hangat, penuh semangat, dan jauh dari formalitas kaku. Para Ketua DPW dari Aceh hingga Papua duduk berdampingan, berdiskusi, bertukar gagasan. Di sinilah politik menjadi manusiawi—bukan sekadar struktur, tapi cerita tentang harapan.

Struktur yang Bergerak, Bukan Diam

Sekretaris Jenderal Muhammad Sopiyan menyampaikan capaian organisasi dengan nada optimis. Struktur DPW telah rampung 100%, sementara DPD baru mencapai 62%. Targetnya jelas: seluruh DPD selesai pada November 2025, agar pada 17 Januari 2026, Gema Bangsa siap mendeklarasikan diri secara nasional.

“Kita tidak hanya membangun partai, kita membangun gerakan. Gerakan yang dimulai dari kabupaten, dari desa, dari rakyat,” tegas Sopiyan.

Di sudut ruangan, terlihat para kader muda mencatat, berdiskusi, bahkan menyiapkan konten digital. Gema Bangsa tak hanya bicara struktur, tapi juga masa depan: digitalisasi partai, kepemimpinan lokal, dan strategi geopolitik.

Materi Strategis: Dari Wawasan ke Aksi

Rakornas ini diisi dengan materi yang membuka cakrawala:

  • Heri Budianto membedah dinamika politik dan kebangsaan.
  • Joko Kanigoro mengupas isu geopolitik dan strategi nasional.
  • Jamalul Izza menyoroti pentingnya digitalisasi partai sebagai alat konsolidasi modern.
  • Hardiansyah menekankan pentingnya figur kepemimpinan lokal sebagai motor pertumbuhan partai.

Di luar ruang diskusi, suasana informal tetap hidup. Para peserta berbincang di lobi, bertukar nomor, bahkan merancang kolaborasi antarwilayah. Politik tak lagi eksklusif, tapi inklusif dan kolaboratif.

Soliditas Nasional: Wajah-wajah Perubahan

Rakornas ini dihadiri jajaran DPP Gema Bangsa, termasuk Febuar Rahman, dr. Yandra Doni, Marwansyah, Ary Oskandar, Mira Sari Pane, Imam Prihandoko, Adin Denny, Ayun Damayanti, Hasan Asy’ari, Fadhli Rahman, Abdul Munawar, dan Beni Azhar. Mereka bukan sekadar pengurus pusat, tapi fasilitator perubahan.

“Kami hadir bukan untuk mengatur, tapi untuk mendengar dan memperkuat,” ujar Mira Sari Pane, Ketua Bidang Perempuan dan Inklusi Sosial.

Catatan Redaksi

Rakornas Gema Bangsa bukan hanya pertemuan politik, tapi peristiwa kebangsaan. Di tengah tantangan sentralisasi, partai ini memilih jalan yang lebih sulit tapi lebih bermakna: membangun dari bawah, mendengar suara lokal, dan menjadikan desentralisasi sebagai etika politik.

Dari Cikini, gema perubahan itu mulai terdengar. Dan jika suara-suara akar rumput terus diperkuat, bukan mustahil Indonesia akan dipimpin oleh mereka yang benar-benar memahami tanah tempat mereka berpijak.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top
Lahir dari Rakyat, Untuk Rakyat
0

Subtotal