
JAKARTA. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/PUU-XXI/2023 memisahkan pemilu nasional dan pemilu daerah. Keputusan ini menjadi sorotan utama dalam diskusi politik yang digelar Partai Gema Bangsa pada Rabu (16/7/2025) di Kantor DPP Gema Bangsa, Jakarta Selatan.
Diskusi bertema “Keputusan MK Soal Pemilu Nasional dan Lokal: Tantangan Hukum dan Politik Bagi Partai” ini menghadirkan dua narasumber utama. Mereka adalah Direktur Perludem, Khoirunnisa N. Agustyati, dan Wakil Ketua Umum DPP Gema Bangsa, Dr. Heri Budianto, M.Si. Acara dipandu oleh Ketua Bidang Politik DPP Gema Bangsa, dr. Yandra Doni.
Putusan MK menetapkan bahwa pemilu nasional—yang mencakup pemilihan Presiden/Wakil Presiden, DPR, dan DPD—akan diselenggarakan terpisah dari pemilu daerah. Pemilu daerah meliputi DPRD serta kepala daerah, dan dijadwalkan paling cepat dua tahun serta paling lambat dua setengah tahun setelah pemilu nasional.
Koreksi Sistem, Bukan Hal Baru
Dalam paparannya, Khoirunnisa menjelaskan bahwa keputusan MK merupakan koreksi atas sistem pemilu serentak lima kotak yang diterapkan sejak 2019. Menurutnya, sistem tersebut membebani penyelenggara, meningkatkan angka suara tidak sah, dan menyulitkan pemilih menilai kualitas calon legislatif daerah.
“Pemisahan ini membuat rakyat lebih fokus. Partai pun bisa bekerja lebih sistematis. Ini adalah koreksi yang tidak terpisahkan dari perbaikan sistem demokrasi kita,” ujarnya.
Selain itu, ia menegaskan bahwa pelaksanaan putusan MK harus diikuti revisi UU Pemilu dan UU Pilkada. Langkah ini penting agar masa jabatan dan jadwal baru tetap selaras dengan prinsip konstitusi. Tanpa revisi yang kredibel dan partisipatif, Indonesia berpotensi menghadapi kebuntuan konstitusional.
Ujian Kelembagaan dan Konsolidasi Politik
Wakil Ketua Umum DPP Gema Bangsa, Dr. Heri Budianto, menilai putusan MK sebagai tantangan langsung bagi partai. Pemisahan pemilu, menurutnya, akan mengakhiri ketergantungan partai pada efek popularitas tokoh nasional. Sebaliknya, partai akan terdorong membangun kekuatan dari akar rumput.
“Ini bukan sekadar membagi jadwal. Ini momentum untuk membuktikan kerja nyata. Kesempatan ini harus dimanfaatkan untuk konsolidasi dan kaderisasi yang lebih mendalam,” jelasnya.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa beban logistik dan biaya politik akan meningkat karena konsolidasi dilakukan dalam dua gelombang. Meskipun demikian, ia optimistis partai baru seperti Gema Bangsa mampu menjawab tantangan tersebut dengan organisasi yang solid dan nilai perjuangan yang segar.
Komitmen Hukum dan Politik
Ketua Umum Gema Bangsa, Ahmad Rofiq, menegaskan bahwa perubahan sistem demokrasi harus melalui jalur konstitusional. Ia mengingatkan, jangan sampai putusan MK dijadikan pintu belakang untuk memperpanjang masa jabatan.
“Ini bukan soal manipulasi waktu. Ini tentang memperkuat nilai-nilai demokrasi,” tegasnya.
Oleh karena itu, ia memastikan komitmen partai untuk mengawal transisi pemilu yang adil dan transparan. Proses legislasi pasca-putusan, lanjutnya, harus melibatkan publik secara aktif.
Partisipasi Publik dan Jalan Desentralisasi
Menutup diskusi, dr. Yandra Doni menekankan bahwa pemisahan pemilu bukan hanya persoalan teknis. Lebih dari itu, langkah ini adalah strategi menuju politik yang partisipatif, desentralistik, dan responsif terhadap kebutuhan rakyat.
“Gema Bangsa siap berada di garis depan, menyuarakan kepentingan rakyat, dan mengawal transisi demokrasi yang bermartabat,” ujarnya.
Dengan semangat reformasi dan tekad memperkuat kelembagaan politik, Gema Bangsa memandang putusan MK ini sebagai awal perjuangan baru menuju sistem politik yang inklusif dan berkeadilan.