Lahir dari Rakyat, Untuk Rakyat

Panggung Akbar 17 Januari: Ketika Politik Didesentralisasi, Bukan Disakralkan

deklrasi hologram

Di tengah kejenuhan publik terhadap gaya politik lama yang penuh simbol tanpa makna, Partai Gema Bangsa menyiapkan sesuatu yang berbeda. Bukan sekadar deklarasi partai, melainkan panggung ideologis yang menandai babak baru politik Indonesia: politik yang terdesentralisasi, modern, dan berwawasan kebangsaan.

Tanggal 17 Januari 2026 akan menjadi momentum penting. Di Jakarta International Convention Center (JICC), ribuan kader dan simpatisan akan berkumpul. Tapi kali ini, tak ada panggung politik yang berisi pidato megah tanpa arah. Yang akan hadir adalah perpaduan antara ide dan inovasi, antara nilai dan teknologi.

Hologram Tokoh Bangsa: Simbol Politik yang Berpikir

Di tengah dominasi panggung yang biasa dihiasi baliho dan jargon, Gema Bangsa menghadirkan sesuatu yang segar: hologram tokoh bangsa. Bayangkan, sosok-sosok inspiratif dari masa lalu “HADIR” kembali untuk menyampaikan pesan kebangsaan. Suara dan jejak sejarah mereka dihadirkan bukan sebagai nostalgia, melainkan pengingat moral politik — bahwa bangsa besar ini berdiri di atas semangat kemandirian, bukan ketergantungan.

“Ini bukan gimmick, ini pernyataan sikap,” kata Wakil Ketua Umum Joko Kanigoro, menjelaskan konsep hologram tersebut. “Kami ingin politik tampil dengan akal, bukan sekadar seremonial.”

Desentralisasi: Dari Ide ke Aksi

Gema Bangsa menyebut visinya Desentralisasi Politik — gagasan yang mengalir dari keyakinan bahwa kekuasaan tidak boleh menumpuk di pusat, baik secara geografis maupun struktural. Politik harus kembali kepada rakyat, di daerah, di ruang-ruang sosial yang nyata.

Melalui deklarasi ini, Gema Bangsa ingin menegaskan bahwa politik bukan milik elite, melainkan ruang gotong royong rakyat. Bahwa keputusan besar bangsa tidak lahir dari ruang rapat tertutup, melainkan dari kesadaran kolektif rakyat yang berdaya.

Rapat Persiapan: Detail yang Mencerminkan Keseriusan

Dalam rapat final di Kantor DPP, Ketua Umum kawan Ahmad Rofiq memimpin langsung pematangan acara. Setiap detail dibahas dengan teliti: mulai dari desain panggung 18×18 meter, kapasitas 1.300 peserta, logistik 24 jam non-stop, hingga urusan listrik dan live streaming yang ditangani oleh kawan Ayun Sri Damayanti, kawan Ratih Purnamasari, dan kawan Ike Julies Tiati.

Semuanya menunjukkan satu hal: keseriusan. Bukan sekadar acara, melainkan pernyataan politik.

Politik Modern, Tapi Tidak Terasing dari Akar

Inilah keunikan Gema Bangsa. Di satu sisi, ia tampil modern — berbicara dengan bahasa teknologi, desain, dan strategi komunikasi publik. Tapi di sisi lain, ia tidak tercerabut dari akar sosial dan kebudayaan bangsa. Sebagaimana dikatakan kawan Rofiq dalam arahannya:

“Politik tidak boleh kehilangan ruh kebangsaan. Kita modern, tapi tidak kehilangan jiwa.”

Menyongsong 17 Januari: Politik yang Mencerahkan

Ketika banyak partai berlomba-lomba menampilkan kekuasaan, Gema Bangsa justru menyiapkan panggung kesadaran. Bagi mereka, politik bukan ajang merebut perhatian, tapi ruang menumbuhkan kepercayaan.

Deklarasi 17 Januari bukan sekadar peluncuran partai, tapi pernyataan bahwa politik bisa dijalankan dengan cara yang lebih bermartabat — dengan akal sehat, gotong royong, dan semangat kemandirian.

Dan mungkin, dari panggung itu, Indonesia akan kembali diingatkan: bahwa politik sejati bukan tentang siapa yang berkuasa, tetapi siapa yang berani memerdekakan rakyatnya dari ketergantungan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Scroll to Top
Lahir dari Rakyat, Untuk Rakyat
0

Subtotal